Dec 3, 2014

Through The Process

"mata mamah melihat proses, saat yang lain fokus pada hasil" Itu adalah penggalan signature sahabat saya di the urban mama, Sidta namanya. Signature yang membekas kuat pada ingatan saya. Penggalan kalimat itu memang sangat berkesan bagi saya, karena seperti sebuat sentilan dan tamparan buat saya.



Mungkin, seperti kebanyakan yang lain, saya pun termasuk orang yang fokus pada hasil, tanpa peduli proses panjang apa yang harus dilalui demi hasil yang dicapai. Dulu, orang-orang di lingkungan sekitar saya tak jarang memberikan target dengan mengungkapkan kalimat, "Lakukan apapun, saya tidak mau tahu, asalkan hasil nya sudah ada di meja saya besok!" Yaa... apapun boleh dilakukan, apapun.. apapun... asalkan hasil yang dimau harus ada tepat waktu. Tanpa peduli apa saja proses yang dilalui. Just remember, Seperti apa lingkunganmu, pelan tapi pasti kamu akan terbentuk seperti apa yang ada dilingkunganmu. Mungkin begitu juga adanya saya.
Dan ketika saya membaca tulisan itu, saya sempat termangu, apa maksudnya yaa... Ada apa dengan kalimat itu hingga membuat saya sempat berpikir. Dari berbagai macam artikel dan tulisan yang sering wara-wiri saya bacalah, akhirnya saya tahu. Hasil bukanlah suatu tujuan, hasil adalah bonus yang kita dapat dari sebuah proses yang kita lalui. Proses itulah yang membawa kita menjadi seperti apa yang kita mau.  Dan Proses adalah inti dari sebuah misi.

Mungkin dulu saya tidak sadar, bahwa kalimat "apapun boleh kamu lakukan, asalkan hasilnya ada di meja saya besok" sesungguhnya adalah sebuah kalimat pembebasan. Sebuah kalimat yang memberikan kebebasan dalam berproses, kebebasan dalam menentukan jalan. Namun saya sempat mengartikan berbeda, dan saya hanya fokus pada hasil. Tanpa saya sadari bahwa proses lah yang membuat saya menjadi kuat dalam meraih sebuah hasil. Dan hasil sesuai yang saya inginkan adalah sebuah bonus dari proses panjang yang saya lalui.

Begitupun dengan pola asuh. Tak jarang kita sebagai orang tua memiliki angan, mimpi yang sering kita susun dalam otak. Celakanya, angan dan mimpi itu menjadi target atau hasil yang harus diraih oleh anak-anak kita. Angan dan mimpi itulah yang akhirnya menjadi beban yang harus mereka bawa dipundak, tanpa ada kompromi. Demi mencapai mimpi dan angan, tak jarang orang tua melecut anaknya dengan berbagai cara, membebani dengan tugas-tugas yang melebihi ekspektasi si anak. Tanpa peduli bahwa fitrah anak adalah bermain, bermain, bermain dan bermain. Disiplin ketat merampas hak anak untuk berekspresi dan mengemukakan pendapat.



Di sisi lain, ada juga orang tua yang rela menjadi tameng untuk anaknya, demi hasil yang ingin dicapai sang anak. Orang tua akan melakukan apapun, demi memenuhi keinginan sang anak, tanpa menyadari bahwa proses memperoleh keinginan adalah hal yang jauh lebih bermanfaat bagi tumbuh kembang si anak. Anak yang tidak pernah mengenal proses, bisa jadi akan tumbuh menjadi anak yang kurang memiliki rasa empati dan memiliki daya juang yang rendah. Tentunya psikologisnya akan jauh berbeda dengan anak yang menikmati proses dan mengenal sabar dalam menjalani proses.



Siapa diantara kita yang ketika melihat anak berebut mainan, lantas melarang anak bermain bersama temannya?! Tanpa kita sadari bahwa berebut mainan adalah proses yang harus dilalui untuk mencapai kata sepakat, belajar bergantian dan menghargai milik orang lain. Siapa diantara kita yang keluar tanduknya ketika melihat ruangan berantakan?! Tanpa kita sadari bahwa berantakan adalah awal proses anak belajar merapikan, bahwa berantakan adalah awal proses anak mengenal menata dalam klasifikasi, bahwa sebelum berantakan mereka belajar dan bereksplorasi. Siapa diantara kita yang mampu memanjangkan usus sabar ketika mendengar serbuan ribuan pertanyaan yang tak pernah terpikirkan yang keluar dari mulut mungil si bocah?! Tanpa kita sadari bahwa pertanyaan-pertanyaan itulah yang membawa si anak menjadi seorang yang mampu menganalisa, merumuskan masalahnya. Siapa diantara kita masih mampu tersenyum ketika melihat baju, tangan dan wajah kotor anak selesai bermain?! Bahwa dari tangan dan baju yang kotor itulah mereka belajar menjadi seniman, bereksplorasi dan mereka mengenal proses bagaimana membersihkan diri.  Siapa diantara kita yang langsung berteriak lantang ketika melihat anak berusaha menaiki tumpukan meja dan kursi?! Tanpa kita sadari bahwa saat itu mereka mengenal mengalahkan rasa takutnya demi mencapai sesuatu yang lebih tinggi. Siapa diantara kita yang mampu bersikap kalem dan tenang ketika melihat anak jatuh ketika berlari?! Tanpa kita sadari jatuh adalah saat anak mengenal rasa sakit dan pentingnya berhati-hati.

Tipe orang tua seperti apakah kita? Tipe seperti apakah saya? Saya ini paling gak tahan untuk tidak berteriak kalau melihat mainan berantakan, padahal kamar sendiri masih acak-acakan. Namun, seperti apapun itu, melalui tulisan ini saya hanya ingin belajar menghargai sebuah proses, saya ingin mengingatkan diri saya, bahwa proses adalah hal yang sangat penting. Dan saya harus mulai belajar mengarahkan mata saya pada proses, bukan hanya fokus pada hasil. Let's wake up and learn! *colek diri sendiri*

No comments:

Post a Comment