Jul 22, 2014

Sekolah Dimana?

Kira-Kara sudah TK ya? sekolah dimana? Itu pertanyaan yang saat ini sedang booming. Pertanyaan yang hit setiap tahun ajaran baru ini adalah pertanyaan yang sudah menjadi momok sejak awal tahun. Kenapa? Karena orang tua yang anaknya akan memasuki jenjang pendidikan baru akan super galau mencari sekolah terbaik untuk anak-anaknya. Demikian juga saya. Sekolah dimana? Bagus gak sekolahnya? Berapa biayanya? Jauh gak? Gurunya gimana? Teman-temannya gimana? Lingkungannya seperti apa? Kurikulumnya gimana? Cara mengajarnya seperti apa? Fasilitasnya? dan bejibun pertanyaan-pertanyaan yang berputar.

Perpustakaan sepulang Sekolah
Hingga hari yang dinanti tiba, ketika si anak sudah memakai seragam baru dan siap memasuki jenjang pendidikan barunya. Lagi-lagi kita masih disibukkan oleh pertanyaan, gimana? akhirnya milih sekolah dimana? heuheu... Dan ketika pertanyaan itu saya jawab, banyak yang akhirnya memberikan jawaban "oooohh..." dengan tatapan aneh, alis berkerut seolah berpikir "kok disekolahin disitu sih...", atau juga dengan tatapan penuh tanda tanya "dimana itu? sekolah apa itu?"

Mungkin diantara teman-temannya, memang hanya bunda Kira-Kara yang pilihan sekolahnya paling aneh, bukan sekolah elit, bukan sekolah yang umum yang ada di kompleks, tapi sekolah pinggiran yang bukan mirip sekolah tapi rumah yang dipaksa jadi sekolah.  Saya memang super galau kalau memilih sekolah. Disuguhi sekolah yang katanya bagus, fasilitasnya bagus, tapi galau karena mahal dan biayanya gak masuk di akal dompet saya. Diajakin di sekolah yang umum, yang ada di kompleks perumahan, yang prestasi akademiknya bejibun, dan jadi rebutan bahkan sampe warga diluar kompleks pun ikut ngantri, malah melipir-melipir gak jelas hanya karena ilfil waktu lihat gurunya marah-marah dengan bahasa gak sopan. Bahkan saya pun sempat diberi "kuliah" kalau anak memang harus disekolahkan dengan persaingan ekstra ketat agar anak bisa tumbuh tangguh. well... well... saya punya cara saya sendiri.

Akhirnya disinilah saya "mendaratkan" kira dan kara, disekolah antah berantah. Sekolah elit? bukan, bahkan namanya saja tidak terkenal.  Mahal ya? relatif sih, wong SPPnya 65.000/bulan.  Teman-teman dan lingkungannya gimana? teman-temannya rata-rata anak nya buruh pabrik, anaknya  penjual sayur keliling, anak penjual makanan keliling, tapi insyaallah lingkungannya kondusif karena dikelola seorang psikolog si pemilik TK. Fasilitasnya gimana? Tidak ada mainan import, yang ada mainan DIY, hasil karya guru dan murid-muridnya. Ruang kelasnya juga ada di rumah yang disekat untuk sekolah.  Guru-gurunya gimana? Insyaallah guru-gurunya mampu memperhatikan perkembangan murid-muridnya, karena jumlah muridnya yang terbatas. terbukti setiap jemput kira dan kara pulang sekolah, selalu saja ada yang diobrolkan sama gurunya tentang aktivitas kira dan kara hari itu. Saya juga memperhatikan bagaimana gurunya berkomunikasi dengan murid-muridnya selama masa observasi kemarin, InsyaAllah gurunya memberikan teladan dengan komunikasi yang santun dan mendidik. 

Kurikulumnya bagaimana? Tidak ada kurikulum yang istimewa, sama saja seperti TK pada umumnya. Namun yang jelas, saya perhatikan ada tambahan kurikulum pendidikan moral yang selalu disisipkan, yang sudah jarang ditemui di sekolah umum dengan siswa bejibun. Disela-sela mengajarnya, guru selalu mengingatkan, memberikan teladan untuk hal-hal yang sepertinya remeh namun penting bagi saya, seperti: buang sampah pada tempatnya, belajar antri, letakkan barang sesuai tempatnya, sapa temanmu dengan bahasa yang sopan, bereskan peralatanmu selesai belajar, karena fasilitas yang terbatas, belajarlah bergantian, bermain bersama dan saling menghormati. Terkadang memang dalam keterbatasanlah kita dipaksa untuk belajar banyak hal. Jauh gak? Ada di kompleks perumahan sebelah, biasanya saya antar Kira dan Kara naik sepeda 5-10 menit sampai kok. 

Banyak ya prestasi akademik sekolahnya? Gak, bahkan jarang sekali ikut lomba. Kenapa? waktu saya tanya ke pemilik TK, alasannya usia 4-5 tahun adalah masa pembentukan karakter anak, membangun pondasi anak. Pembentukan karakter bukan hanya dengan mengikuti puluhan lomba, karena usia kompetitif itu ada sendiri. Menurut bunda psikolognya, anak ketika usia 8 tahun adalah menginjak usia kompetitif, usia yang jauh lebih matang dan siap untuk berlomba. Lantas bagaimana jika anak belum siap berkompetisi dan dipaksa ikut lomba? bisa jadi anak belum siap kalah, lantas kecewa. Lebih gawat kalau pelajaran menghadapi kecewanya belum tuntas, bisa jadi stress dini. Bukan berarti lomba untuk anak usia dini itu tidak bagus sama sekali yaaa.. Namun bagi si pemilik TK, lebih baik usia emas digunakan untuk membangun karakter positif anak melalui kebiasaan, rutinitas, dan teladan yang positif.

Itulah menariknya sekolah ini, saya bisa berkomunikasi dengan leluasa tentang anak-anak saya dengan gurunya, dengan pemiliknya, dan saya merasa memiliki partner untuk diajak bekerja sama dalam mendidik Kira dan Kara. Because it takes a village to raise a children.

Sekian. 

No comments:

Post a Comment