May 5, 2014

Ketika Bermain Menjadi Hal Yang Mahal



Ketika membaca artikel tentang #KidsToday project dari Rinso di  The Urban Mama saya tercengang melihat video-videonya. Benar-benar membuat saya terharu sekaligus bahagia. Melihat wajah-wajah polos yang tertawa lepas menikmati petualangan-petualangannya.



Bermain bagi anak-anak memang bukan hanya sekedar membuat kotor, membuat kekacauan atau hanya sekedar tertawa. Namun bermain bagi mereka merupakan petualangan, melihat dunia baru dari sudut pandang mereka, belajar menaklukkan sesuatu tanpa perlu merisaukan resikonya, dan bermain merupakan sarana bagi mereka mengenal kata sabar dan pantang menyerah. Bermain adalah cara mereka membekali diri menghadapi tantangan masa depan. Karena itulah saya selalu terharu sekaligus bahagia melihat wajah-wajah anak ketika bermain. Seolah saya tersedot ke dunia mereka yang tidak mengenal kata lelah, sakit, apalagi memikirkan resiko dan akibat.
Sebagai seorang ibu dari dua balita kembar, saya selalu menikmati saat-saat dimana saya terlibat permainan seru dengan mereka. Mulai dari bermain masak-masakan, bermain ayunan, hingga bermain tanah, berkotor-kotoran dan bermain hujan-hujan, bahkan bermain flying fox saya lakukan bersama mereka. Mungkin bagi sebagian orang saya terlihat masih terlalu kekanak-kanakan.  Mungkin sebagian orang akan berkomentar masa kecil saya kurang bahagia. Atau bahkan bagi sebagian orang saya tidak ingat usia. Namun saat seperti itulah saya bebas berekspresi dan memerdekakan pikiran saya.

Dulu, ketika saya masih kecil, saya bebas bermain dimana saja tanpa takut banyak bahaya mengintai. Karena saya tumbuh dilingkungan pedesaan yang masih asri, bermain lumpur di sawah merupakan hal yang aman dan menyenangkan. Berlarian di tanah lapang adalah kebebasan yang tak terbeli. Saya bisa memetik bunga dengan warna apa saja, bermain daun dengan bentuk yang beraneka ragam untuk masak-masakan merupakan hal yang sangat mudah saya jumpai ketika kecil. Bahkan saya bisa bermain lompat tali di depan rumah tanpa khawatir banyak kendaraan lalu lalang, karena rumah yang masih memiliki halaman yang luas.
 Namun kini, Semua hal itu merupakan hal yang mahal bagi masa kecil Kira dan Kara. Kami beruntung masih memiliki rumah yang ditumbuhi bunga beraneka warna. Meskipun tak sebanyak jenisnya di masa kecil saya, setidaknya masih memungkinkan bagi kira dan kara bereksplorasi dengan tanaman, mengenal warna bunga, tekstur daun, dan berkreasi dengan tanah dan air. Kami juga masih beruntung tinggal di perumahan yang memiliki tanah lapang, meskipun tak seluas dimasa kecil saya dulu. Namun dengan adanya sedikit tanah lapang yang ada kami masih bisa berlarian dan bermain laying-layang tanpa khawatir membahayakan pengendara yang lewat.  Dan kami juga beruntung tinggal di Surabaya yang memiliki banyak taman kota. Taman-taman kota itulah yang menebus rasa berasalah kami yang tak mampu menyediakan fasilitas bermain yang asri dan aman, juga tak bisa menemani mereka bermain setiap waktu demi tuntutan ekonomi. Kami beruntung memiliki taman kota yang dapat dijangkau dengan 15 menit berkendara dari rumah. Meskipun hanya setiap akhir pekan saja kami sempat bermain di taman kota, namun inilah tempat bermain yang menyenangkan bagi kami dan anak-anak kami.

Kami memang masih beruntung. Namun diluar sana banyak anak-anak yang tergerus hak-haknya untuk bermain dengan beribu alasan yang dibuat orang dewasa. Mulai dari banyaknya tugas sekolah, bermain itu membahayakan, bermain itu kotor, bermain itu tidak ada gunanya, hingga tidak tersedianya tempat untuk anak-anak bebas berekspresi. Gadget menjadi sarana yang digunakan orang tua untuk menghibur anak-anak mereka. Simple, canggih, tidak memakan banyak tempat, tidak membuat berantakan, anak dapat duduk diam dan tenang, dan tentu saja semua jenis permainan bisa di download dari satu macam benda ini saja. Namun benarkah itu yang dibutuhkan anak-anak kita?! Pernahkah kita bertanya pada anak-anak kita, lebih suka bermain dengan gadget tercanggih versi terbaru atau bermain dengan papa mama?! Karena saya pernah bertanya pada Kira dan Kara, dan mereka menjawab, “aku lebih suka bermain dengan bunda…” Dan jawaban itu cukup “manampar” saya, bahwa bermain ternyata bukan hal yang mahal.

2 comments:

  1. Kira Kara lucuuu..

    Iya Wit, sama, si kecil Sabil juga senenggg banget 'mainin' gw sama ayahnya. Diajak lompat2, role play, ditiban-tiban, hihihi..pokoknya seru banget deh. Pokoknya main itu nggak mahal...namun efeknya bagi kebahagiaan serta kecerdasan anak luar biasa banget lho..

    ReplyDelete
    Replies
    1. aaawww.. terima kasih zataa... haha.. iyaa.. mereka kalo "ngerjain" gak tanggung-tanggung ya.. tapi seru juga.. heuheu...

      Delete